Tuesday, January 24, 2012

berbusana

Aturan Islam mengenai busana
Prolog
Sudah seharusnya bagi seorang muslim itu beriman kepada Allah SWT, sehingga seorang yang mengaku beragama islam “tidak hanya dilihat di KTP nya saja” tetapi harus mencerminkan identitasnya sebagai seorang muslim yang bukti keimanannya adalah taat kepada aturan Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dimana konsekuensi dari bukti keimanan kepada Allah SWT adalah terikat dengan hukum syara baik itu aturan yang mengatur habluminallah (hubungan manusia dengan Allah), habluminannas (hubungan manusia dengan manusia), habluminanafs (hubungan manusia dengan dirinya).
Ketika sebuah pertanyaan terlontar apakah yang dimaksud dengan wajib? jika dilakukan mendapat pahala jika tidak dilakukan maka hukumnya berdosa, seperti apa saja perkara yang wajib? maka kontan akan mejawab shalat, zakat, puasa, haji bagi yang mampu. Sobat muslimah… itu semua memang benar, ketika ditanya tentang pengertian wajib maka akan dengan refleks nya menjawab, begitu juga ketika ditanya tentang perkara yang wajib maka keempat hal itu yang mayoritas akan dijawab, tapi kalau dilihat lagi orang sering kali menjawab sesuatu yang wajib itu yang berkenaan dengan ibadah maghdah saja atau terkait dengan habluminallah,bagaimana dengan perkara yang lain? Yang sering terlupa adalah ketika aturan mengenai sesuatu yang wajib ini mengatur habluminanafs seperti busana, khususnya busana yang harus dikenakan muslimah, seringkali orang mengenakan busana mengikuti aturan dirinya atau mode yang sedang trend saat ini, sehingga kebanyakan dari para muslimah kita adalah korban dari hadlarah (peradaban) barat, yang mengorbankan apapun demi mode dan pengakuannya dihadapan manusia, tidak lagi merasa berdosa ketika auratnya terbuka atau ketika tidak memakai busana sesuai dengan aturan syara. Tetapi tidak sedikit juga yang menyadari memakai busana muslimah adalah sesuatu yang wajib, semoga kewajiban itu bukan karena perintah dari sekolah, instansi atau karena suruhan suami tetapi perlu disadari betul bahwa itu adalah perintah dari Allah SWT, Dzat yang telah menciptakan kita dan alam semesta.
Aurat
Jadi, seperti apa busana muslimah itu? Perlu kita ketahui terlebih dahulu bahwa seluruh tubuh wanita itu adalah aurat kecuali muka dan telapak tangannya, aurat adalah istilah yang digunakan untuk menyebut bagian tubuh laki-laki dan perempuan yang harus ditutupi ketika berhadapan dengan orang lain, leher perempuan adalah aurat, punggungnya, demikian juga rambutnya walaupun yang terlihat hanya sehelai saja tetap saja aurat, ada beberapa tingkatan aurat, seberapa jauh aurat itu harus ditutup tergantung pada orang-orang yang berada di sekelilingnya.
Aurat wanita dibedakan menjadi dua kelompok, yakni:
1. Aurat Ghalidha, yang meliputi semua anggota badan antara dada hingga ke lutut.
2. Aurat Khafifah, yang meliputi semua anggota tubuh, kecuali wajah dan telapak tangan, harus ditutup setiap kali seorang perempuan berada ditempat umum atau pada saat saat tertentu dimana seorang laki-laki asing bisa melihatnya.
Bila wanita berada di tempat khusus, seperti didalam rumahnya dan disana ada laki-laki mahramnya atau wanita lain, maka ia harus menutup aurat ghalidhanya akan tetapi boleh membuka aurat khafifahnya, seorang wanita hanya boleh menampakan semua anggota tubuhnya termasuk aurat ghalidanya hanya kepada suaminya semata. Dan menutup aurat itu hanyalah salah satu syarat bukan satu-satunya syarat dalam berbusana.
Jilbab dan Khimar
Sering terjadi kesalahpahaman ditengah-tengah masyarakat tak sedikit orang yang menyangka bahwa jilbab adalah kerudung (khimar) bahkan ada anggapan kerudung itu yang wajib dikenakan wanita sehingga mengakibatkan bias atas pemahaman yang sebenarnya mengenai pakaian muslimah atau jilbab itu sendiri. Pakaian wanita dalam kehidupan umum ada 2 (dua), yaitu baju bawah (libas asfal) yang disebut dengan jilbab, dan baju atas (libas a’la) yaitu khimar (kerudung). Kalau kita lihat dari pengertiannya,
o Khimar yaitu kain penutup kepala atau kerudung yang menutupi seluruh rambutnya serta diulurkan hingga menutupi leher dan dada.
o Jilbab yaitu baju kurung (baju longgar) yang menutupi seluruh bagian tubuh dan tidak tipis sehingga dapat menyembunyikan pakaian kesehariannya,
a. Khimar
Firman Allah tentang khimar dalam QS. An-nur (24) : 31
”Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
Sebagaiman firman-Nya walyudhribna bi khumurihinna ’ala juyubihinna, lafadz al-khumuru adalah bentuk jamak dari al-khimaaru, yang berarti sesuatu yang dapat menutupi kepalanya. Lafadz al-Juyuub adalah jamak dari al-Jayb yang berarti bagian kerah baju tempat masuknyakepala saat mengenakan baju, dan biasanya ada kancing dibawahnya yang dapat dibuka hingga kepala bisa masuk. Maka yang wajib ditutup adalah kepala, leher,dan bagian dada yang terbuka karena adanya kancing tempat masuknya kepala.
b. Jilbab
Dalam kitab Al Mu’jam Al Wasith karya Dr. Ibrahim Anis (Kairo : Darul Maarif) halaman 128, jilbab diartikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi” (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal milhafah” (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian rumah, seperti milhafah (baju terusan), atau “Al Mula`ah tasytamilu biha al mar`ah” (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita). Hadist Rasulullah SAW mengenai jilbab
’Dari Ummu Athiyah ra. Mengatakan Rasullah SAW memerintahkan kepada kami untuk keluar pada hari raya idul fitri dan idul adha, baik gadis-gadis, wanita-wanita yang sedang haidh, maupun yang sudah kawin. Mereka yang sedang haidh tidak mengikuti shalat dan hanya mendengarkan kabaikan serta nasehat-nasehat kepada kaum muslimin. Maka Ummu Athiyah berkata: ya Rasulullah, ada seseorang yang tidak memiliki jilbab. Maka Rasulullah SAW bersabda: Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbab kepadanya.”
(HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasai)
Wanita tersebut tidak memiliki pakaian yang dapat menutupi pakaian sehari-harinya tatkala keluar rumah. Maka rasul memerintahkannya untuk meminjam jilbab kepada saudaranya atau temannya artinya siapapun ia sebagai seorang wanita maka wajib mengenakan jilbab.
firman Allah tentang jilbab dalam QS. Al-Ahzab (33) : 59
”Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.”
jilbab, disyaratkan tidak boleh potongan, tetapi harus terulur sampai ke bawah sampai menutup kedua kaki, dalam ayat tsb kata ”yudniina ’alaihinna min jalaabibihinna” . Yudniina adalah yurkhiina ila asfal (mengulurkan sampai ke bawah/kedua kaki). Penafsiran ini –yaitu idnaa` berarti irkhaa` ila asfal yakni mengulurkan atau memanjangkan. diperkuat dengan dengan hadits Ibnu Umar bahwa dia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda :

“Barang siapa yang melabuhkan/menghela bajunya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat nanti.’ Lalu Ummu Salamah berkata,’Lalu apa yang harus diperbuat wanita dengan ujung-ujung pakaian mereka (bi dzuyulihinna) .” Nabi SAW menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya (yurkhiina) sejengkal (syibran)’(yakni dari separoh betis). Ummu Salamah menjawab,’Kalau begitu, kaki-kaki mereka akan tersingkap.’ Lalu Nabi menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya sehasta (fa yurkhiina dzira`an) dan jangan mereka menambah lagi dari itu.” (HR. At-Tirmidzi Juz III, hal. 47; hadits sahih) (Al-Albani, 2001 : 89)
Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa pada masa Nabi SAW, pakaian luar yang dikenakan wanita di atas pakaian rumah --yaitu jilbab-- telah diulurkan sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki.
Berarti jilbab adalah terusan, bukan potongan. Sebab kalau potongan, tidak bisa terulur sampai bawah. Atau dengan kata lain, dengan pakaian potongan seorang wanita muslimah dianggap belum melaksanakan perintah “yudniina ‘alaihinna min jalaabibihina” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbabnya). Di samping itu kata min dalam ayat tersebut bukan min lit tab’idh (yang menunjukkan arti sebagian) tapi merupakan min lil bayan (menunjukkan penjelasan jenis). Jadi artinya bukanlah “Hendaklah mereka mengulurkan sebagian jilbab-jilbab mereka” (sehingga boleh potongan), melainkan Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (sehingga jilbab harus terusan).(An-Nabhani, 1990 : 45-51)
Ending
Apa yang dibahas disini hanyalah salah satu dari sekian banyak aturan Allah yang diacuhkan manusia, sungguh aturan (nizham) yang Allah turunkan begitu... sempurna dari A sampai Z, tapi mengapa masih mencari aturan yang lain? lalu apakah masih akan tetap mengadopsi aturan thagut dan berpaling dari aturan sang Khaliq?? aturan yang diberikan bukanlah untuk mengekang manusia, tetapi rasa sayang Allah kepada hamba-Nya, aturan menjadi semacam rambu-rambu agar kita selalu berada dijalan yang benar yang diridhai Allah, bisa kita coba bayangkan kalo gak ada rambu-rambu dijalan raya..pasti macet kan?kecelakaan lalu lintas?udah pasti, nah.. seperti itulah kira-kira analoginya, rasanya gak kebayang ya.. sobat muslimah kalau manusia yang membuat sendiri aturannya baik itu aturan yang menyangkut hubungan dengan tuhannya, dengan dirinya atau antar manusia, pikiran manusia yang satu berbeda dengan manusia yang lain bahkan yang kembar sekalipun, dapatkah dibayangkan kalau setiap manusia membuat aturannya sendiri sesuai dengan jalan pikirannya dikalikan dengan jumlah manusia yang ada di dunia ini, si A membuat aturan sendiri demikian juga si B, si C dan seterusnya.. . apa kira-kira yang akan terjadi????? ?? tentu kekacauan yang akan kita rasakan lebih hebat dari yang kita rasakan sekarang, SO BACK TO SYARIAH!!!!

2 comments:

  1. Ahsanta.....
    ^_^

    <a href="http://SpreiShop.org>Blogger Madani</a>

    ReplyDelete
  2. salam kenal...ntar kami berkunjung ke blog anda

    ReplyDelete